Dirham Sultan Abu Zaid Ahmad bin Zainal'Abidin (wafat 870 H/1466 M)
ditemukan Azhar, warga Meunasah Asan, Paya Bakong, Aceh Utara.
Meunasah Asan adalah salah satu gampong di bagian hulu Krueng Keureuto.
(Foto: CISAH)
|
“DIRHAM
ini saya temukan di ladang sekitar 10 bulan yang lalu,” kata Azhar (26), pemuda
Gampong Meunasah Asan, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, kepada misykah.com,
Rabu (1/1/2014).
Pada
saat sedang menyiapkan lahan untuk menanam cabai, kata Azhar, secara kebetulan
ia melihat benda kecil berwarna kuning berkilat. Setelah mengambil dan
mengamatinya, ternyata keping emas yang di kedua sisinya bertulis Arab. Ia
segera yakin, inilah dirham yang sering didengarnya dari orang-orang.
Ladang
Azhar terletak tidak jauh dari aliran Krueng Keureuto. Tim Ekpedisi Meugat
Seukandar III, pada 2011 (lihat: Kruengkeureuto riwayatmu dulu), telah memeriksa lokasi yang merupakan
ladang milik Azhar ini. Di situ, memang, telah ditemukan batu-batu nisan serta
pecahan tembikar dan keramik. Tampak sekali, lokasi tersebut merupakan hunian
yang ramai. Namun, berbagai artefak yang ditemukan pada saat ekspedisi
hanya menghasilkan penanggalan dalam skala abad, yakni antara abad ke-15 dan
ke-16 dari kurun Samudra Pasai.Dirham merupakan mata uang emas yang dikeluarkan
pemerintah Kerajaan Samudra Pasai untuk alat tukar resmi baik di dalam maupun
di luar kerajaan. Temuan benda berdiameter kira-kira 11 mm di Meunasah Asan ini
tambah mengongkritkan keberadaban dan kemajuan perekonomian masyarakat di
daerah tepian Krueng Keureuto pada masa lalu.
Pada
dirham temuan Azhar terdapat inskripsi, di sebelah mukanya berbunyi: “As-Sultan
Al-‘Adil” (sultan yang adil) yang mengandung makna simbolis bahwa kemakmuran
dan kesejahteraan hanya dapat terwujud jika sultan seorang yang adil, sementara
di sebelah belakangnya berbunyi: “Abu Zaid Malik Azh-Zhahir”, nama sultan yang
memerintah saat dirham itu dikeluarkan.
Taqiyuddin
Muhammad dalam bukunya, “Daulah Shalihiyyah di Sumatera”, menyebutkan Sultan
Abu Zaid. Dari inskripsi nisan makam Sultan Abu Zaid yang terdapat di Meunasah
Meucat-Blang Me, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, Taqiyuddin memperoleh
keterangan bahwa sultan ini adalah putera Sultan Zainal ‘Abidin Ra-Ubabdar yang
juga bernama Ahmad sebagaimana saudaranya yang lain, tapi namanya dibedakan
dengan panggilan Abu Zaid. Sultan adalah seorang yang sangat dermawan, dan
telah wafat pada hari Jum’at 24 Jumadil Akhir 870 hijriah (1466 masehi).
Sumber: http://misykah.com
Redaksi: Safrizal