Oleh Juliadi
Kolusi disertai Korupsi adalah salah satu cara untuk mencari keuntungan dan mengembalikan “modal sendiri” atau mengembalikan sumbangan dari “pemodal” setelah menguasai tongkat kepemimpinan/jabatan, untuk itu dibuatlah berbagai macam aturan dan peraturan yang se-akan-akan “legal” secara hukum dalam menjalankan roda kekuasaannya.
Proses Legal tersebut dapat diatur dengan memanfaatkan proyek-proyek yang selalu tendernya dimenangkan oleh si “pemodal”yang secara hukum telah memenuhi syarat dan peraturan yang ditentukan sebelumnya oleh sipenguasa tersebut dan hal ini sulit dibuktikan sebab semua sudah sesuai hukum/peraturan yang dibuat seenaknya tanpa disetujui rakyat yang berdaulat ( DPR itu PARPOL atau Rakyat yang berdaulat?).
Untuk itu proyek-proyek harus diadakan terus dan diperbanyak jumlahnya guna memenuhi target yang ditentukan oleh si penguasa dan si pengusaha, negara dan sumber daya alamnya serta berbagai macam komoditas yang menyangkut hajat hidup rakyat pada akhirnya disandera oleh kolusi antara Politisi, Penguasa dengan Pengusaha dalam negeri atau pengusaha dalam negeri dari Partai Politik? dan ditambah parah lagi dengan ikut campurnya pengusaha Asing dalam berbagai “proyek vital” (proyek aneh?, proyek import beras? proyek import daging sapi? proyek import garam? dll) yang seharusnya dapat dikelola sendiri oleh masyarakat biasa.
Semua ini dijadikan bersifat Sistemik dengan sistem demokrasi politik yang berbeda dengan falsafah Pancasila dan UUD 45 asli yang lebih mengutamakan kewajiban ber-Gotong Royong, Kerja dan Kekeluargaan diantara warga negara Indonesia.
Sistemik yang dimaksud saat ini adalah kerjasama penguasa, pejabat, politisi dengan para pemodal (kapitalis) yang ditunjang oleh Hukum dan peraturan yang diciptakan melalui Amandemen UUD 45 tahun 2002 dan yang secara nyata menghilangkan hak-hak Rakyat yang berdaulat supaya rakyat akan terus menjadi “konsumen” dan semua kepentingan rakyat hanyalah menjadi “objek Barang Dagangan“ dan se-akan-akan negara ini sebagai suatu Perusahaan yang harus mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari “konsumen/rakyat“, tanpa menyadari (memang sengaja?) bahwa NKRI ini adalah sebuah negara berkedaulatan rakyat yang semua sistemnya Harus Mementingkan Rakyat tanpa melihat untung ruginya sebuah kebijakan terhadap pengusaha /penguasa/politisi !!!.
Kolusi disertai Korupsi adalah salah satu cara untuk mencari keuntungan dan mengembalikan “modal sendiri” atau mengembalikan sumbangan dari “pemodal” setelah menguasai tongkat kepemimpinan/jabatan, untuk itu dibuatlah berbagai macam aturan dan peraturan yang se-akan-akan “legal” secara hukum dalam menjalankan roda kekuasaannya.
Proses Legal tersebut dapat diatur dengan memanfaatkan proyek-proyek yang selalu tendernya dimenangkan oleh si “pemodal”yang secara hukum telah memenuhi syarat dan peraturan yang ditentukan sebelumnya oleh sipenguasa tersebut dan hal ini sulit dibuktikan sebab semua sudah sesuai hukum/peraturan yang dibuat seenaknya tanpa disetujui rakyat yang berdaulat ( DPR itu PARPOL atau Rakyat yang berdaulat?).
Untuk itu proyek-proyek harus diadakan terus dan diperbanyak jumlahnya guna memenuhi target yang ditentukan oleh si penguasa dan si pengusaha, negara dan sumber daya alamnya serta berbagai macam komoditas yang menyangkut hajat hidup rakyat pada akhirnya disandera oleh kolusi antara Politisi, Penguasa dengan Pengusaha dalam negeri atau pengusaha dalam negeri dari Partai Politik? dan ditambah parah lagi dengan ikut campurnya pengusaha Asing dalam berbagai “proyek vital” (proyek aneh?, proyek import beras? proyek import daging sapi? proyek import garam? dll) yang seharusnya dapat dikelola sendiri oleh masyarakat biasa.
Semua ini dijadikan bersifat Sistemik dengan sistem demokrasi politik yang berbeda dengan falsafah Pancasila dan UUD 45 asli yang lebih mengutamakan kewajiban ber-Gotong Royong, Kerja dan Kekeluargaan diantara warga negara Indonesia.
Sistemik yang dimaksud saat ini adalah kerjasama penguasa, pejabat, politisi dengan para pemodal (kapitalis) yang ditunjang oleh Hukum dan peraturan yang diciptakan melalui Amandemen UUD 45 tahun 2002 dan yang secara nyata menghilangkan hak-hak Rakyat yang berdaulat supaya rakyat akan terus menjadi “konsumen” dan semua kepentingan rakyat hanyalah menjadi “objek Barang Dagangan“ dan se-akan-akan negara ini sebagai suatu Perusahaan yang harus mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari “konsumen/rakyat“, tanpa menyadari (memang sengaja?) bahwa NKRI ini adalah sebuah negara berkedaulatan rakyat yang semua sistemnya Harus Mementingkan Rakyat tanpa melihat untung ruginya sebuah kebijakan terhadap pengusaha /penguasa/politisi !!!.
Penguasa,
Manusia atau Sistemnya yang salah ?
Pertanyaan ini banyak ditanyakan oleh khalayak ramai dan terjadi
perdebatan sengit dengan pembenaran-pembenaran diri yang kacau balau yang
mengakibatkan kita saling terpecah belah satu sama lainnya, coba kita melihat
sejarah dimulainya Era Reformasi tahun 1998 dimana semua rakyat merasa terbebas
dari “penguasa Orba serta sistem yang dijalankannya” tetapi rakyat tidak
menyadari bahwa “masih banyak kaki tangan
si Penguasa Orba tersebut yang berkeliaran dan tetap berkuasa di Legislatif, Judikatif
serta di Eksekutif” dan mereka mengatur strategi untuk membuat
langkah selanjutnya guna mengamankan diri dan kelompoknya secara sistemik,
disertai langkah menguasai MPR dengan alasan tuntutan rakyat yang meminta
perubahan UUD 45 asli disaat awal reformasi berlangsung, dan dimulailah
“Rekayasa Hukum” terutama merekayasa/merencanakan Perubahan UUD 45 asli dan
menggantinya dengan Amandemen UUD 45 tahun 2002 yang dilakukan secara perlahan
tapi pasti secara bertahap dengan Perubahan 1,2,3 dan 4 hingga selesai di tahun
2002 dan hasil “perubahan itu tetap
mengatasnamakan diri sebagai UUD 45“ padahal pokok pikiran dan isi yang
terkandung didalamnya sangat berbeda dengan UUD 45 asli tahun 1945 (hal ini
diakui oleh ketua MPR tahun 2009-2014 Almarhum Taufik Kiemas & wakil-wakilnya
pada buku panduan pemasyarakatan tahun 2012 ) ?
...dan dapat disimpulkan bahwa pertanyaan diatas sudah terjawab dengan tegas bahwa kesalahan terdapat pada “kaki tangan penguasa Orba” serta kelompoknya yang masih bercokol di semua lembaga tinggi negara dan disertai SISTEM danaturan peraturan HUKUM yang salah pada Amandemen UUD 45 tahun 2002 dari hasil rekayasa kaki tangan penguasa Orba dan dibantu oleh pihak Asing yang ikut mengambil keuntungan dari situasi ini !!!.
Para pengelola negara ,elit politik/parpol menggiring Negara kita serta rakyat untuk menjadi individu-individu yang egois dan berfikir bahwa Harta dan Kekayaan adalah jalan utama dalam meraih “Kekuasaan Mutlak” di NKRI ini.
"Sesuatu yang baik pastilah terlihat terang dan jelas ,dan sesuatu yang jahat pastilah samar-samar ,gelap dan tidak jelas serta penuh kemunafikan “ .
...dan dapat disimpulkan bahwa pertanyaan diatas sudah terjawab dengan tegas bahwa kesalahan terdapat pada “kaki tangan penguasa Orba” serta kelompoknya yang masih bercokol di semua lembaga tinggi negara dan disertai SISTEM danaturan peraturan HUKUM yang salah pada Amandemen UUD 45 tahun 2002 dari hasil rekayasa kaki tangan penguasa Orba dan dibantu oleh pihak Asing yang ikut mengambil keuntungan dari situasi ini !!!.
Para pengelola negara ,elit politik/parpol menggiring Negara kita serta rakyat untuk menjadi individu-individu yang egois dan berfikir bahwa Harta dan Kekayaan adalah jalan utama dalam meraih “Kekuasaan Mutlak” di NKRI ini.
"Sesuatu yang baik pastilah terlihat terang dan jelas ,dan sesuatu yang jahat pastilah samar-samar ,gelap dan tidak jelas serta penuh kemunafikan “ .
*Juliadi adalah Wakil Ketua Umum Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA) Paya Bakong