Dokumentasi Referendum Aceh, November 1999 |
Juliadi |
Aceh - Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA) Paya Bakong Kabupaten Aceh Utara mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak menyetujui masa perpanjangan colling down terkait bendera. Mereka juga meminta Gubernur Zaini memikirkan langkah-langkah konkrit dan tegas menghadapi Pusat.
"Cukup sudah Aceh mengemis-ngemis dengan Pusat. Jika kita mengacu
undang-undang yang mulai berlaku sejak Agustus 2006 itu, seharusnya
aturan turunannya diselesaikan tak lama setelah undang-undang itu
diberlakukan," kata Wakil Ketua Umum Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA)
Paya Bakong, Juliadi kepada ATJEHPOSTcom, Senin, 16 Juni 2014.
Selain itu, Juliadi turut mengutip Pasal 253 dan 254 Undang-Undang
Pemerintah Aceh yang menyebutkan sejumlah perangkat/instansi yang
tadinya di bawah kewenangan Pusat, paling lambat awal tahun 2008 beralih
menjadi perangkat daerah Aceh. Hal yang dimaksud, kata dia, seperti
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kabupaten, serta
penyerahan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum.
"Namun yang sangat menyakitkan kami anak Aceh, 'peralihan kekuasaan'
itu belum terjadi. Apakah Aceh akan ditipu untuk sekian kalinya oleh
bangsa sendiri? Jawaban itu ada sama Gubernur Zaini Abdullah," katanya.
Untuk itu, FIMA mendesak Pusat untuk segera mengesahkan Qanun Nomor 3
Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Selain itu, mereka juga
menuntut Pusat mengesahkan RPP bagi hasil Minyak dan Gas Bumi Aceh dan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pertanahan yang saat ini masih di
bawah kendali intansi Pemerintah Pusat.
"Kami menilai Pusat terkesan mempermainkan Aceh. Buktinya lima kali sudah cooling down," ujarnya.
Dia mengatakan jika perundingan selama ini buntu maka sudah
seharusnya menawarkan 'kado spesial' dari Aceh, yaitu Jajak pendapat
atau Referendum. "Dengan demikian masyarakat nasional maupun
internasional mengetahui keadaan Aceh yang sebenarnya setelah MoU
Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia,"
katanya.[]
Editor: Safrizal
Sumber: http://atjehpost.com
FORUM Interaksi Mahasiswa (FIMA) mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak menyetujui masa perpanjangan colling down terkait bendera. Mereka juga meminta Gubernur Zaini memikirkan langkah-langkah konkrit dan tegas menghadapi Pusat.
"Cukup sudah Aceh mengemis-ngemis dengan Pusat. Jika kita mengacu undang-undang yang mulai berlaku sejak Agustus 2006 itu, seharusnya aturan turunannya diselesaikan tak lama setelah undang-undang itu diberlakukan," kata Wakil Ketua Umum Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA) Paya Bakong, Juliadi kepada ATJEHPOSTcom, Senin, 16 Juni 2014.
Selain itu, Juliadi turut mengutip Pasal 253 dan 254 Undang-Undang Pemerintah Aceh yang menyebutkan sejumlah perangkat/instansi yang tadinya di bawah kewenangan Pusat, paling lambat awal tahun 2008 beralih menjadi perangkat daerah Aceh. Hal yang dimaksud, kata dia, seperti Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kabupaten, serta penyerahan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum.
"Namun yang sangat menyakitkan kami anak Aceh, 'peralihan kekuasaan' itu belum terjadi. Apakah Aceh akan ditipu untuk sekian kalinya oleh bangsa sendiri? Jawaban itu ada sama Gubernur Zaini Abdullah," katanya.
Untuk itu, FIMA mendesak Pusat untuk segera mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Selain itu, mereka juga menuntut Pusat mengesahkan RPP bagi hasil Minyak dan Gas Bumi Aceh dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pertanahan yang saat ini masih di bawah kendali intansi Pemerintah Pusat.
"Kami menilai Pusat terkesan mempermainkan Aceh. Buktinya lima kali sudah cooling down," ujarnya.
Dia mengatakan jika perundingan selama ini buntu maka sudah seharusnya menawarkan 'kado spesial' dari Aceh, yaitu Jajak pendapat atau Referendum. "Dengan demikian masyarakat nasional maupun internasional mengetahui keadaan Aceh yang sebenarnya setelah MoU Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia," katanya.[]
- See more at: http://atjehpost.com/articles/read/5830/FIMA-Tawarkan-Referendum-Jika-Pusat-Masih-Main-Cooling-Down#sthash.73GqAfO1.dpuf
"Cukup sudah Aceh mengemis-ngemis dengan Pusat. Jika kita mengacu undang-undang yang mulai berlaku sejak Agustus 2006 itu, seharusnya aturan turunannya diselesaikan tak lama setelah undang-undang itu diberlakukan," kata Wakil Ketua Umum Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA) Paya Bakong, Juliadi kepada ATJEHPOSTcom, Senin, 16 Juni 2014.
Selain itu, Juliadi turut mengutip Pasal 253 dan 254 Undang-Undang Pemerintah Aceh yang menyebutkan sejumlah perangkat/instansi yang tadinya di bawah kewenangan Pusat, paling lambat awal tahun 2008 beralih menjadi perangkat daerah Aceh. Hal yang dimaksud, kata dia, seperti Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kabupaten, serta penyerahan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum.
"Namun yang sangat menyakitkan kami anak Aceh, 'peralihan kekuasaan' itu belum terjadi. Apakah Aceh akan ditipu untuk sekian kalinya oleh bangsa sendiri? Jawaban itu ada sama Gubernur Zaini Abdullah," katanya.
Untuk itu, FIMA mendesak Pusat untuk segera mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Selain itu, mereka juga menuntut Pusat mengesahkan RPP bagi hasil Minyak dan Gas Bumi Aceh dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pertanahan yang saat ini masih di bawah kendali intansi Pemerintah Pusat.
"Kami menilai Pusat terkesan mempermainkan Aceh. Buktinya lima kali sudah cooling down," ujarnya.
Dia mengatakan jika perundingan selama ini buntu maka sudah seharusnya menawarkan 'kado spesial' dari Aceh, yaitu Jajak pendapat atau Referendum. "Dengan demikian masyarakat nasional maupun internasional mengetahui keadaan Aceh yang sebenarnya setelah MoU Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia," katanya.[]
- See more at: http://atjehpost.com/articles/read/5830/FIMA-Tawarkan-Referendum-Jika-Pusat-Masih-Main-Cooling-Down#sthash.73GqAfO1.dpuf
FORUM Interaksi Mahasiswa (FIMA) mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak menyetujui masa perpanjangan colling down terkait bendera. Mereka juga meminta Gubernur Zaini memikirkan langkah-langkah konkrit dan tegas menghadapi Pusat.
"Cukup sudah Aceh mengemis-ngemis dengan Pusat. Jika kita mengacu undang-undang yang mulai berlaku sejak Agustus 2006 itu, seharusnya aturan turunannya diselesaikan tak lama setelah undang-undang itu diberlakukan," kata Wakil Ketua Umum Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA) Paya Bakong, Juliadi kepada ATJEHPOSTcom, Senin, 16 Juni 2014.
Selain itu, Juliadi turut mengutip Pasal 253 dan 254 Undang-Undang Pemerintah Aceh yang menyebutkan sejumlah perangkat/instansi yang tadinya di bawah kewenangan Pusat, paling lambat awal tahun 2008 beralih menjadi perangkat daerah Aceh. Hal yang dimaksud, kata dia, seperti Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kabupaten, serta penyerahan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum.
"Namun yang sangat menyakitkan kami anak Aceh, 'peralihan kekuasaan' itu belum terjadi. Apakah Aceh akan ditipu untuk sekian kalinya oleh bangsa sendiri? Jawaban itu ada sama Gubernur Zaini Abdullah," katanya.
Untuk itu, FIMA mendesak Pusat untuk segera mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Selain itu, mereka juga menuntut Pusat mengesahkan RPP bagi hasil Minyak dan Gas Bumi Aceh dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pertanahan yang saat ini masih di bawah kendali intansi Pemerintah Pusat.
"Kami menilai Pusat terkesan mempermainkan Aceh. Buktinya lima kali sudah cooling down," ujarnya.
Dia mengatakan jika perundingan selama ini buntu maka sudah seharusnya menawarkan 'kado spesial' dari Aceh, yaitu Jajak pendapat atau Referendum. "Dengan demikian masyarakat nasional maupun internasional mengetahui keadaan Aceh yang sebenarnya setelah MoU Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia," katanya.[]
- See more at: http://atjehpost.com/articles/read/5830/FIMA-Tawarkan-Referendum-Jika-Pusat-Masih-Main-Cooling-Down#sthash.73GqAfO1.dpuf
"Cukup sudah Aceh mengemis-ngemis dengan Pusat. Jika kita mengacu undang-undang yang mulai berlaku sejak Agustus 2006 itu, seharusnya aturan turunannya diselesaikan tak lama setelah undang-undang itu diberlakukan," kata Wakil Ketua Umum Forum Interaksi Mahasiswa (FIMA) Paya Bakong, Juliadi kepada ATJEHPOSTcom, Senin, 16 Juni 2014.
Selain itu, Juliadi turut mengutip Pasal 253 dan 254 Undang-Undang Pemerintah Aceh yang menyebutkan sejumlah perangkat/instansi yang tadinya di bawah kewenangan Pusat, paling lambat awal tahun 2008 beralih menjadi perangkat daerah Aceh. Hal yang dimaksud, kata dia, seperti Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kabupaten, serta penyerahan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum.
"Namun yang sangat menyakitkan kami anak Aceh, 'peralihan kekuasaan' itu belum terjadi. Apakah Aceh akan ditipu untuk sekian kalinya oleh bangsa sendiri? Jawaban itu ada sama Gubernur Zaini Abdullah," katanya.
Untuk itu, FIMA mendesak Pusat untuk segera mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Selain itu, mereka juga menuntut Pusat mengesahkan RPP bagi hasil Minyak dan Gas Bumi Aceh dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pertanahan yang saat ini masih di bawah kendali intansi Pemerintah Pusat.
"Kami menilai Pusat terkesan mempermainkan Aceh. Buktinya lima kali sudah cooling down," ujarnya.
Dia mengatakan jika perundingan selama ini buntu maka sudah seharusnya menawarkan 'kado spesial' dari Aceh, yaitu Jajak pendapat atau Referendum. "Dengan demikian masyarakat nasional maupun internasional mengetahui keadaan Aceh yang sebenarnya setelah MoU Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia," katanya.[]
- See more at: http://atjehpost.com/articles/read/5830/FIMA-Tawarkan-Referendum-Jika-Pusat-Masih-Main-Cooling-Down#sthash.73GqAfO1.dpuf