NAMANYA singkat saja, Mursalin. Lahir di Meureudu pada 12 Februari
1988, Mursalin adalah seorang pemuda yang berasal dari Gampong
Peureupok, Kecamatan Paya Bakong. Gampong atau desa ini berada di
pelosok Aceh Utara. Meski berasal dari pedalaman, Mursalin sangat
mencintai pendidikan. Semangat itu membawanya pada predikat sebagai
alumni pertama SMAN 1 Paya Bakong yang bergelar magister, alias sudah
menamatkan jenjang pendidikan S-2.
Ia merupakan lulusan angkatan pertama SMAN 1 Paya Bakong pada 2007
lalu. Usai tamat SMA, ia melanjutkan pendidikan S-1 nya ke Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Malikussaleh Lhokseumawe. Ia diterima di
Jurusan Pendidikan Matematika dan lulus dengan predikat cumlaude, IPK
3,79 pada 22 September 2011.
Setelah diwisuda dan mengantongi gelar sarjana, Mursalin mengabdi di
almamaternya selama setahun. Di pengujung 2011 ia melamar beasiswa ke
sejumlah lembaga baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Usahanya tak sia-sia, pada 2012 ia mendapatkan tawaran program
beasiswa dari tiga lembaga sekaligus. Pertama beasiswa dari Erasmus
Mundus, penerima beasiswa ini disponsori Komisi Uni Eropa untuk kuliah
di Italia dengan nama proyek Mover Mundus, program pertukaran pelajar
mahasiswa Indonesia ke Italia.
“Kedua, beasiswa pemerintah Turki, saya lulus beasiswa untuk kuliah
master di Yelzid Technical University pada jurusan matematika,” katanya
kepada ATJEHPOST.co melalui surat elektronik, Kamis, 22 Januari 2015.
Terakhir ia lolos beasiswa calon dosen program Dikti di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Program ini merupakan program penyiapan
sumber daya manusia dosen, dalam rangka memenuhi kebutuhan dosen
berkualitas bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
“Bangga dan haru sekaligus bimbang untuk memilih salah satu dari tiga program yang terpilih di tahun yang sama,” katanya.
Walau bagaimanapun keputusan tetap harus diambil. Ia menjatuhkan
pilihan pada program Dikti. Setelah itu Mursalin mengenyam pendidikan
master di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.
Bukan tanpa alasan ia memilih program Dikti, pertimbangannya
kekurangan dosen di perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari rasio
rata-rata jumlah mahasiswa. Bahkan tak sedikit pula dosen yang terpaksa
rangkap mengajar mata kuliah. Penyebabnya tak lain karena kurangnya
tenaga pengajar yang ahli di bidang mata kuliah tersebut. Akhirnya
banyak dosen yang mengajar di luar keahliannya.
Program beasiswa Dikti ini lahir pada 2011 untuk menyekolahkan
lulusan terbaik sebagai calon dosen dengan menerima beasiswa unggulan.
Mereka ini nantinya akan menjadi pengajar di perguruan tinggi yang ada
di Indonesia. Program ini telah meluluskan ribuan magister dan doktor
baik di dalam dan luar negeri.
“Saya memilih program ini karena prospeknya lebih bagus, saya lulus
tahun lalu dan diwisuda pada 6 September 2014,” kata lulusan jurusan
matematika ini.
Semangat untuk melanjutkan pendidikan dalam dirinya memang sangat
besar. Ia termotivasi menjadi magister pertama di desanya. Di
kecamatannya pun orang yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang
strata dua memang masih sedikit.
“Untuk kuliah tingkat sarjana saja sudah alhamdulillah, apalagi jenjang magister,” katanya.
Sumber: atjehpost.com
NAMANYA
singkat saja, Mursalin. Lahir di Meureudu pada 12 Februari 1988,
Mursalin adalah seorang pemuda yang berasal dari Gampong Peureupok,
Kecamatan Paya Bakong. Gampong atau desa ini berada di pelosok Aceh
Utara. Meski berasal dari pedalaman, Mursalin sangat mencintai
pendidikan. Semangat itu membawanya pada predikat sebagai alumni pertama
SMAN 1 Paya Bakong yang bergelar magister, alias sudah menamatkan
jenjang pendidikan S-2.
Ia merupakan lulusan angkatan pertama SMAN 1 Paya Bakong pada 2007 lalu. Usai tamat SMA, ia melanjutkan pendidikan S-1 nya ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malikussaleh Lhokseumawe. Ia diterima di Jurusan Pendidikan Matematika dan lulus dengan predikat cumlaude, IPK 3,79 pada 22 September 2011.
Setelah diwisuda dan mengantongi gelar sarjana, Mursalin mengabdi di almamaternya selama setahun. Di pengujung 2011 ia melamar beasiswa ke sejumlah lembaga baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Usahanya tak sia-sia, pada 2012 ia mendapatkan tawaran program beasiswa dari tiga lembaga sekaligus. Pertama beasiswa dari Erasmus Mundus, penerima beasiswa ini disponsori Komisi Uni Eropa untuk kuliah di Italia dengan nama proyek Mover Mundus, program pertukaran pelajar mahasiswa Indonesia ke Italia.
“Kedua, beasiswa pemerintah Turki, saya lulus beasiswa untuk kuliah master di Yelzid Technical University pada jurusan matematika,” katanya kepada ATJEHPOST.co melalui surat elektronik, Kamis, 22 Januari 2015.
Terakhir ia lolos beasiswa calon dosen program Dikti di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Program ini merupakan program penyiapan sumber daya manusia dosen, dalam rangka memenuhi kebutuhan dosen berkualitas bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
“Bangga dan haru sekaligus bimbang untuk memilih salah satu dari tiga program yang terpilih di tahun yang sama,” katanya.
Walau bagaimanapun keputusan tetap harus diambil. Ia menjatuhkan pilihan pada program Dikti. Setelah itu Mursalin mengenyam pendidikan master di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.
Bukan tanpa alasan ia memilih program Dikti, pertimbangannya kekurangan dosen di perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari rasio rata-rata jumlah mahasiswa. Bahkan tak sedikit pula dosen yang terpaksa rangkap mengajar mata kuliah. Penyebabnya tak lain karena kurangnya tenaga pengajar yang ahli di bidang mata kuliah tersebut. Akhirnya banyak dosen yang mengajar di luar keahliannya.
Program beasiswa Dikti ini lahir pada 2011 untuk menyekolahkan lulusan terbaik sebagai calon dosen dengan menerima beasiswa unggulan. Mereka ini nantinya akan menjadi pengajar di perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Program ini telah meluluskan ribuan magister dan doktor baik di dalam dan luar negeri.
“Saya memilih program ini karena prospeknya lebih bagus, saya lulus tahun lalu dan diwisuda pada 6 September 2014,” kata lulusan jurusan matematika ini.
Semangat untuk melanjutkan pendidikan dalam dirinya memang sangat besar. Ia termotivasi menjadi magister pertama di desanya. Di kecamatannya pun orang yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang strata dua memang masih sedikit.
“Untuk kuliah tingkat sarjana saja sudah alhamdulillah, apalagi jenjang magister,” katanya.
SMAN 1 Paya Bakong berdiri pada 2004 dan meluluskan generasi pertama pada 2007. Hingga saat ini sudah meluluskan delapan angkatan. Mursalin merupakan orang pertama yang berhasil meraih gelar magister dari semua angkatan. Meski gelar magister sudah dicapainya, Mursalin bercita-cita bisa segera mendapatkan gelar doktor.[]
Editor: Ihan Nurdin
- See more at: http://atjehpost.co/articles/read/19629/Mursalin-Pemuda-Paya-Bakong-yang-Sukses-Meraih-Gelar-Magister#sthash.JCR6g91M.dpuf
Ia merupakan lulusan angkatan pertama SMAN 1 Paya Bakong pada 2007 lalu. Usai tamat SMA, ia melanjutkan pendidikan S-1 nya ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malikussaleh Lhokseumawe. Ia diterima di Jurusan Pendidikan Matematika dan lulus dengan predikat cumlaude, IPK 3,79 pada 22 September 2011.
Setelah diwisuda dan mengantongi gelar sarjana, Mursalin mengabdi di almamaternya selama setahun. Di pengujung 2011 ia melamar beasiswa ke sejumlah lembaga baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Usahanya tak sia-sia, pada 2012 ia mendapatkan tawaran program beasiswa dari tiga lembaga sekaligus. Pertama beasiswa dari Erasmus Mundus, penerima beasiswa ini disponsori Komisi Uni Eropa untuk kuliah di Italia dengan nama proyek Mover Mundus, program pertukaran pelajar mahasiswa Indonesia ke Italia.
“Kedua, beasiswa pemerintah Turki, saya lulus beasiswa untuk kuliah master di Yelzid Technical University pada jurusan matematika,” katanya kepada ATJEHPOST.co melalui surat elektronik, Kamis, 22 Januari 2015.
Terakhir ia lolos beasiswa calon dosen program Dikti di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Program ini merupakan program penyiapan sumber daya manusia dosen, dalam rangka memenuhi kebutuhan dosen berkualitas bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
“Bangga dan haru sekaligus bimbang untuk memilih salah satu dari tiga program yang terpilih di tahun yang sama,” katanya.
Walau bagaimanapun keputusan tetap harus diambil. Ia menjatuhkan pilihan pada program Dikti. Setelah itu Mursalin mengenyam pendidikan master di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.
Bukan tanpa alasan ia memilih program Dikti, pertimbangannya kekurangan dosen di perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari rasio rata-rata jumlah mahasiswa. Bahkan tak sedikit pula dosen yang terpaksa rangkap mengajar mata kuliah. Penyebabnya tak lain karena kurangnya tenaga pengajar yang ahli di bidang mata kuliah tersebut. Akhirnya banyak dosen yang mengajar di luar keahliannya.
Program beasiswa Dikti ini lahir pada 2011 untuk menyekolahkan lulusan terbaik sebagai calon dosen dengan menerima beasiswa unggulan. Mereka ini nantinya akan menjadi pengajar di perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Program ini telah meluluskan ribuan magister dan doktor baik di dalam dan luar negeri.
“Saya memilih program ini karena prospeknya lebih bagus, saya lulus tahun lalu dan diwisuda pada 6 September 2014,” kata lulusan jurusan matematika ini.
Semangat untuk melanjutkan pendidikan dalam dirinya memang sangat besar. Ia termotivasi menjadi magister pertama di desanya. Di kecamatannya pun orang yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang strata dua memang masih sedikit.
“Untuk kuliah tingkat sarjana saja sudah alhamdulillah, apalagi jenjang magister,” katanya.
SMAN 1 Paya Bakong berdiri pada 2004 dan meluluskan generasi pertama pada 2007. Hingga saat ini sudah meluluskan delapan angkatan. Mursalin merupakan orang pertama yang berhasil meraih gelar magister dari semua angkatan. Meski gelar magister sudah dicapainya, Mursalin bercita-cita bisa segera mendapatkan gelar doktor.[]
Editor: Ihan Nurdin
- See more at: http://atjehpost.co/articles/read/19629/Mursalin-Pemuda-Paya-Bakong-yang-Sukses-Meraih-Gelar-Magister#sthash.JCR6g91M.dpuf